Robot Pendeteksi Bau Kaki dan Nafas



Jepang telah mengeluarkan dua jenis robot yang mampu mendeteksi bau badan buruk pada seseorang. Robot tersebut menyerupai kepala seorang wanita yang memiliki dan mampu mencium bau melalui nafasnya. Robot kepala ini kemudian bisa berujar "emergency" jika bau tersebut masuk kategori buruk.

Robot yang lainnya adalah tampak seperti anjing. Ia akan menggeram jika dihadapkan dengan bau kaki.

Mesin-mesin dalam robot itu memanfaatkan sensor bau yang telah tersedia secara komersil sebeumnya. Hidung elektronik ini telah tersedia secara komersial sejak 1990an ketika para peneliti yang berbasis di Inggris membawa salah satu produk utama ke pasar. Robot ini dikembangkan oleh perusahaan Fukuoka-based company CrazyLabo dan Kitakyushu National College of Technology.

Robot Kaori, sebutan untuk robot berkepala wanita akan mengatakan sesuatu jika kita menyodorkan nafas di depan mulutnya. Ia akan merespon seperti, "Baunya mirip jeruk" hingga "Keadaan darurat yang membuatku kehilangan kesabaran,".

Sementara robot anjing yang diberi nama Shuntaro akan mengendus bau kaki pengguna sambil menganggukkan kepala. Jika bau kaki itu tidak terlalu kuat, maka Shuntaro akan mendekap subyek dan Simphoni Beethoven 5 akan terdengar dari tubuhnya. Namun jika bau kaki terlalu kuat, ia akan menggeram.

Robot-robot ini mengandalkan sensor gas yang mampu menciptakan semacam sidik jari kimia yang dapat disesuaikan dengan bau tertentu. Data tersebut kemudian diproses oleh komputer yang ditanam dalam tubuh robot.

Sementara itu, sebuah perusahaan Belanda, eNose sedang mengembangkan Aeonose yaitu perangkat diagnstik berbasis bau yang dirancang untuk mendeteksi tuberkulosa, asma dan kanker tenggorokan. Sedangkan Alpha Szsenszor yang berbasis di Amerika Serikat juga menggunakan perangkat hidung elektronik ini untuk mempelajari napas manusia guna mendeteksi kanker paru-paru dan penyakit lainnya.

Meski begitu, teknologi saat ini masih kurang canggih dibandingkan dengan hidung manusia. Sistem penciuman manusia mengandung sekitar 100 juta reseptor yang memanfaatkan sekitar 350 juta jenis protein. Sebaliknya, hidung elektronik biasanya hanya menggunakan 32 atau lebih sensor kimia.

Post a Comment

0 Comments